SELAMAT DATANG, SEMOGA BERMANFAAT DAN MENINGKATKAN JALINAN SILARURAHIM

Rabu, 09 Mei 2012

URAIS SELENGGARAKAN PEMBINAAN PRODUK HALAL; PROSEDUR SERTIFIKASI PRODUK HALAL


Bantul-(urais): Dewasa ini banyak makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik beredar luas di pasaran. Konsumen seringkali kurang mengetahui apakah produk yang digunakannya halal ataukah haram. Tanda halal sering disalah gunakan oleh pelaku usaha untuk menarik minat konsumen dalam membeli suatu produk, walaupun produk di maksud belum pernah di periksa lembaga pemeriksa halal dan belum memiliki sertifikat halal sehingga konsumen merasa dirugikan karena barang haram di beri tanda halal.  

Selasa, 08 Mei 2012

EUTANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM


Oleh: Hannan Putra

Eutanasia adalah sebuah tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan seseorang agar ia terbebaskan dari kesengsaraan yang dideritanya. Tindakan ini dilakukan terhadap penderita penyakit yang tidak mempunyai harapan sembuh.
Eutanasia dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan tertentu atau dengan menghentikan pengobatan yang sedang dilakukan. Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti baik dan thanatos yang berarti kematian.

Pengertian "mempercepat kematian” dalam terminologi Islam tidak dikenal. Dalam ajaran Islam, yang menentukan kematian hanya Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam surat Yunus (10) ayat 49 yang mengatakan, "...Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya).”
Dengan demikian, eutanasia sebenarnya merupakan pembunuhan yang diminta atau mendapat persetujuan dari pihak pasien dan keluarganya.

Eutanasia Aktif dan Pasif
Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam eutanasia, yaitu eutanasia aktif dan eutanasia pasif. Yang dimaksud dengan eutanasia aktif ialah tindakan seorang dokter mempercepat proses kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan dilakukan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perkiraan/perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama.
Alasan yang lazim dikemukakan dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan sakitnya yang memang sudah parah.
Sedangkan yang dimaksud dengan eutanasia pasif ialah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.
Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan ialah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menuri perhitungan dokter sudah tidak efektif.
Ada lagi upaya lain yang bisa digolongkan dalam eutanasia pasif. yaitu upaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin bisa sembuh. Umumnya alasannya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi padahal biaya pengobatannya yang dibutuhkan sangat tingg
Eutanasia menurut Kode Etik Kedokteran dan Undang-Undang. Dalam praktiknya, para dokter tidak mudah melakukan eutanasia ini, meskipun dari sudut kemanusiaan dibenarkan adanya eutanasia dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan (sesuai dengan Deklarasi Lisboa tahun 1981).
Akan tetapi dokter tidak dibenarkan melakukan upaya aktif untuk memenuhi keinginan pasien tersebut. Hal ini disebabkan oleh dua hal, Pertama, karena adanya persoalan yang berkaitan dengan kode etik kedokteran; di satu pihak dokter dituntut untuk membantu meringankan penderitaan pasien, akan tetapi di pihak lain menghilangkan nyawa orang merupakan pelanggaran terhadap kode etik itu sendiri.
Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain dalam perundang- undangan merupakan tindak pidana, yang secara hukum di negara mana pun, tidak dibenarkan oleh Undang-Undang.

Hukum Eutanasia menurut Ajaran Islam
Secara umum ajaran Islam diarahkan untuk menciptakan kemaslahatan hidup dan kehidupan manusia, sehingga aturannya diberikan secara lengkap, baik yang berkaitan dengan masalah keperdataan maupun pidana.
Khusus yang berkaitan dengan keselamatan dan hak hidup manusia, dalam hukum pidana Islam ditetapkan aturan yang ketat, seperti adanya hukuman qisash (Pembunuhan), hadd dan diat.
Dalam Islam segala upaya atau perbuatan yang berakibat matinya seseorang, baik disengaja atau tidak sengaja, tidak dapat dibenarkan, kecuali dengan tiga alasan, sebagaimana disebutkan dalam hadis, "Tidak halal membunuh seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga alasan, yaitu; pezina mukhsan/sudah berkeluarga, maka ia harus dirajam (sampai mati); seseorang yang membunuh seorang muslim lainnya dengan sengaja, maka ia harus dibunuh juga; dan seorang yang keluar dari Islam.”
Kemudian ia memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka ia harus dibunuh, disalib, dan diasingkan dari tempat kediamannya.” (HR. Abu Dawud dan an- Nasa'i dari Aisyah binti Abu Bakar RA).
Selain alasan-alasan di atas, segala perbuatan yang berakibat kematian orang lain dimasukkan dalam kategori perbuatan jarimah/tindak pidana, yang mendapat sanksi hukum. Dengan demikian, eutanasia karena termasuk salah satu dari jarimah, dilarang oleh agama dan merupakan tindakan yang diancam dengan hukuman pidana.
Nash syarak yang menyatakan larangan terhadap pembunuhan antara lain Surat Al-Isra’ (17) ayat 33 yang mengtakan, ”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.”
Ayat-ayat lainnya ialah Surat an-Nisa ’ (4) ayat 92 dan al-An ‘am (6) ayat 151. Sedangkan dari hadis Nabi SAW, selain hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa’i di atas, juga hadis tentang keharaman membunuh orang kafir yang sudah meminta suaka (mu ‘ahad) (HR. Bukhari. Ahmad bin Hanbal, an-Nasa’i, dan lbnu Majah dari Abdullah bin Umar).
Pembunuhan terhadap orang yang sedang sakit berarti mendahului takdir Allah SWT. Allah SWT telah menentukan batas akhir usia manusia. Dengan mempercepat kematiannya, pasien tidak mendapatkan manfaat dari ujian yang diberikan Allah SWT kepadanya, yakni berupa ketawakalan kepada-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah menimpa kepada seorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah- musibah yang dicobakannya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Yang berhak mematikan dan menghidupkan manusia hanyalah Allah SWT. Manusia dalam hal ini tidak mempunyai hak atau kewenangan untuk memberi hidup dan atau mematikannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat Yunus (10) ayat 56, "Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
Hal ini juga dijelaskan pada sekitar 30 ayat Alquran yang tersebar pada 21 surat. Dalam surat al-Mulk (67) ayat 1-2 misalnya ditegaskan, "...Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih amalnya...”
Dengan eutanasia, artinya manusia mengambil hak Allah SWT yang sudah menjadi ketetapan-Nya. Eutanasia juga menandakan manusia menyerah pada keadaan, padahal Allah SWT menyuruh manusia untuk selalu berusaha atau berikhtiar sampai akhir hayatnya.
Bagi manusia tidak ada alasan untuk berputus asa atas penyakit yang dideritanya, sebab kepadanya masih ada kewajiban untuk berikhtiar. Dalam hadis Rasulullah SAW disebutkan bahwa betapa pun beratnya penyakit itu, tetaplah ada obat penyembuhnya (HR. Ahmad bin Hanbal dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).Wallahu’alam
Sumber: REPUBLIKA.CO.ID,

Kamis, 03 Mei 2012

URAIS SELENGGARAKAN MONITORING DBKS DI TIGA DESA


Bantul-(Urais): Salah satu tugas pokok yang diemban oleh Seksi Urusan Agama Islam (Urais) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul adalah pengembangan keluarga sakinah. Adapun fungsinya adalah untuk  melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang keluarga sakinah. Untuk itulah Seksi Urais Kankemenag Kab. Bantul melaksanakan kegiatan Pembinaan Keluarga Sakinah dengan Tujuan memberikan pembinaan kepada masyarakat tentang pentingnya keluarga sakinah dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, mensosialisasikan tentang pola pembinaan keluarga sakinah dan memberikan pemahaman pentingnya peran agama dalam pembentukan keluarga yang sakinah.